Langsung ke konten utama

Forum Perdamaian Dalam Pluralisnya Indonesia






Interfaith Youth Forum 2013 merupakan kegiatan pemuda antar agama yang berdiskusi tentang Pluralisme Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari 25 – 27 Oktober 2013 di Denpasar Bali. 38 Delegasi yang hadir dalam kegiatan ini merupakan perwakilan dari setiap agama di Indonesia dari seluruh provinsi yang tersebar di indonesia.
Pada Opening Ceremony dibuka langsung oleh I Made Mangku Pastika (Gubernur Povinsi bali) di gedung rapat Kantor Gubernur Denpasar-Bali. “Saya sangat menyambut baik acara ini, karena acara ini tepat berada ditengah masalah keagamaan yang sering muncul di Indonesia. Masalah interfaith harus diselesaikan dengan komitmen bersama, diamana Bali sebagai pulau perdamaian harus menjadi contoh untuk dunia dan Indonesia khususnya” kata beliau dalam sambutannya sebelum pemukulan gong secara simbolik untuk membuka acara secara resmi. Setelah dibukanya acara, selanjutnya dilanjutkan dengan Seminar Nasional dengan tema “Unity in Diversity” dengan pembicara Meliani Murtiningsih, M.A dari Dialoug Institut Amerika Serikat dan Ms. Tokuda Yor Ching Poon dari Global Peace Festival Malaysia.
Inti sari kegiatan Interfaith Youth Forum 2013 diisi dengan dialog dengan antar delegasi dan juga dengan pemuka agama perwakilan dari masing -  masing agama. Dimana Hindu dengan pemateri Drs. Ida Bagus Gede Winaya mengatakan bahwa “Agama seharusnya memberi perdamaian kepada umatnya, Indonesia bukan negara agama dan juga negara sekuler, tapi Indonesia negara ketuhanan dimana semuanya berada dibawah satu payung” kemudian dialnjutkan paradigma pluralis dari agama Islam denga pembicara H. M taufik As’Adi S.Ag mengatakan “segala sesuatu harus kita mulai dari diri sendiri, jangan pernah membohongi kehidupan dan cintailah alam semesta ini seperti kita mencintai diri kita sendiri”  selanjutnya agam Katolik dengan pembicara Blasius Naya Manu S.Pd mengatakan “Indonesia memang pluralis di segala hal, satu hal untuk mewujudkan toleransi yaitu saling menghargai satu sama lain”  dan paradigma yang ke empat yaitu dari perspektif Kristen dengan pemateri mengatakan bahwa “Perdamaian di dunia ini dapat diwujudkan jika kita mampu menghargai satu sama lainnya” dan paradigma Budha terhadap Pluralis Indonesia yang diwakili oleh I Made Adnyana S.H mengatakan bahwa “ Jangan menghormati agama kita sendiri tapi justru mencela agama orang lain” dan pemateri terahir yaitu dari Khong Hu Chu Js. Fransiskus S.Ridwan Go mengatakan “ perlu adanya pembinaan diri untuk mengurang konflik agama yang terjadi di Indonesia” dengan berahirnya penyampaian dari agama Khong Hu Chu amka berahir paradigma dari agama mengenai pluralis Indonesia.
Kegiatan ini juga diisi mater True Love yang di sampaikan oleh Ms. Tokuda Yor Ching Poon yang mengajarkan bagaimana kita menghargai hidup dan mencintai sesama dan kemudian juga dilanjutkan dengan materi Fish Bowel dari Meliani Murtiningsih, M.A mengajarkan bagaimana kita berdialog yang sehat. Kegiatan ini dilanjutkan dengan berkunjung ke tempat ibadah dari enam agama yang ada di Indonesia dan Closing Ceremony dilaksanakan di Istana Mancawarna-The Soekarno Center –Tampak Siring Gianyar Bali. Dengan disambut baik oleh President The Soekarno Center Abhiseka Ratu Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III mengatakan bahwa “Indonesia kaya akan sejarah, seperti yang dikatakan Soekarno dahulu bahwa kita jangan pernah melupakan sejarah, tapi kita juga perlu ingat kata ibu Fatmawati ‘Jangan pernah melaksanakan sejarah yang salah”. Closing Ceremony juga diisi dengan jamuan mewah ‘ala’ Istana mancawarna bersama langsung dengan President The Soekarno Center, kegiatan ini secara resmi kemudian di tutup dengan bersulam bersama dengan mengutarakan Satyam Eva jayate – Jaya (jawab:red).
Kegiatan seperti ini tentu sudah sepatutnya didukung, karena memahamai arti Pluralis dan Bhineka Tunggal Ika hanyalah sebatas wacana di buku. Tapi untuk implementasinya dalam kehidupan menjadi sebuah tulisan pensil diatas kertas yang mudah saja dihapus sewaktu-waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melahirkan Pemimpin Yang memiliki Kualitas dan Integritas Yang Tinggi Melalui Kaderisasi Dalam Kampus

Oleh: I Kadek Andre Nuaba (Esay Competition) Pemimpin adalah orang yang melakukan kegiatan atau proses mempengaruhi orang lain dalam suatu situasi tertentu melalui proses komunikasi, yang diarahkan guna mencapai tujuan / tujuan-tujuan tertentu [1] . Untuk menjadi seorang pemimpin, tentu harus memiliki karakter yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengikutnya,   karena dalam hal ini pengikut sepenuhnya menyerahkan kepercayaannya kepada pemimpinnya untuk menentukan arah dalam mencapai tujuan. Pembentukan karakter seorang pemimpin dapat dilakukan dalam berbagai lembaga salah satunya yaitu; kampus. Kampus merupakan wadah atau sarana pusat pendidikan dengan taraf lebih tinggi dan sebagai salah satu center of intellectuality dapat dikatakan sebagai lumbung kaderisasi pemimpin masa depan bangsa.   Subjek dari kampus itu sendiri adalah mahasiswa . Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang ma

Bukan Masalah Siapa Dia, Tapi Kualitasnya?

Menjadi seorang pemimpin untuk suatu kelompok tertentu layaknya seperti sekolompok burung bangau yang terbang bersama – sama. Mengapa? Jika diperhatikan, ketika sekawanan burung bangau akan membentuk sudut lancip ketika terbang bersama, yang berada di posisi depan adalah ketua dari kawanan tersebut, tidak ada seekor bangau pun yang keluar dari barisan. Ini adalah ilustrasi bagi sebuah perkumpulan orang – orang cerdas. Dimana intelektual bukan menjadi ego untuk menonjolkan diri tanpa melihat kedalam sejauh apa saya jika dibandingkan dengan yang lain dan juga bagaimana seorang pemimpin mampu memberikan sekat yang tepat agar mereka yang di pimpin tetap berada pada posisi yang tepat. Kata – kata kritis diatas hanya akan menjadi pengantar tulisan ini saja, hanya sekedar untuk menghangatkan otak kita untuk berfikir lebih cerdas tentang pemimpin. Tahun 2014 menjadi tahun regenerasi bagi satu – satunya organisasi mahasiswa Hindu di Sumatera Selatan yang biasa disebut dengan P

Tidak Selamanya Masalah adalah Masalah

  Starbuck Pondok Bambu, 11 Januari 2020 Hidup sebagai makluk sosial sudah menjadi resikonya akan berhadapan dengan lingkungan yang mungkin tidak sesuai dengan perspektif atau harapan. Banyak orang memilih untuk mengeluh dan menyerah dengan keadaan yang dihadapi. Namun, sejatinya selalu ada nilai  (value)  dalam setiap kejadian dan peristiwa yang kita alami dalam hidup. Tidak jauh membawa diri dalam lingkungan yang luas, hidup dalam keluarga bersama orang tua, atau dengan kakak dan adik yang sudah kita kenal sejak lahir pun ada saatnya akan dihadapkan pada sebuah masalah dan perselisihan. Sehingga memilih untuk hidup berdampingan dengan khalayak umum sudah pasti harus siap dengan resiko konflik atau masalah. Mendesksripsikan masalah pun beragam, mulai dare pemikiran yang berbeda, pilihan yang berbeda, hingga selera yang berbeda.   Sepele! Namun perbedaan tersebut tidak bisa selamanya diterima oleh hati. Untuk itu, kita perlu mendalami apa sebenarnya makna dare masalah atau perbedaan. A